Impuls Menyisakan Luka
“Kau
datang dengan gaya impulsif mu dalam waktu yang sangat singkat terhadapku.
Seperti pantulan bola, awalnya datang dengan kecepatan yang besar namun tetiba
saja kau memantul pergi secara perlahan. Ya kau menyisakan luka dengan kekuatan
impuls mu yang besar… Hebat kau mampu mengaplikasikan teori itu tepat di hati
ku”
Aku semakin paham sekarang
#BenangMerah
Ya begitulah sepenggal
inspirasi yg tetiba saja melintas di otakku ketika mengajarkan materi impuls di
SMA kelas 2 kemarin,,, maka kali ini kan ku lengkap kan paragraph itu menjadi
sebuah cerita…
Simak yuuukk.. J
Kau aneh, menjadi tukang
“teror” sang penggangu, dulu. Melangkah pasti, mengikuti jejakku, menyusuri
setiap sudut jalan yang ku tapaki. Aku tak suka caramu, kau terlalu terik
barada di dekatku.. Intensitas radiasi mu tak mampu ku terjemahkan..
Saking lelahnya aku
menghadapi terikmu, maka ku berikan kesempatan untuk mu mengenalku, Aku merasa
aneh awalnya, mengapa memberi kesempatam padamu?? Sang pengganggu !!!
Kau hadir dengan segala konsep dan cara pandang yang
kau celotehkan padaku. Miris ! aku terbiasa dengan itu, menyukai setiap
gerak-gerikmu. Mulai terbiasa dengan terikmu. sangat terbiasa bahkan.
Namun pada suatu ketika,
entah mengapa aku tetiba ragu. ya ragu pada masa lalu, masa sekarang, dan masa
depan yang kau ceritakan padaku dari sudut pandangmu. Sulit memahami semuanya. Aku
pergi, aku menjadi senja bagi terikmu di siang hari. Menyisakan luka yang dalam
padamu dan kau membenciku, ya sangat membenciku. Aku harap saat itu kau tidak
segera mengira waktu telah malam.
Sebulan, setahun, dua
tahun, entah. Seharusnya aku melupakanmu, atau bahkan membencimu yang sudah
sangat membenciku.
Dan pagi kita pun bertemu
di waktu yang sama di bumi. kau datang lagi dengan harapan baru, dengan dirimu
yang baru, berdamai dengan keadaan, berdamai dengan dirimu. Namun dalam waktu
yang tidak begitu lama, tetiba saja kau memintaku untuk tidak berharap lagi.
Kali ini kau datang dengan
gaya impulsif mu dalam waktu yang sangat singkat.
Seperti pantulan bola,
awalnya datang dengan kecepatan yang besar
namun tetiba saja kau
memantul pergi secara perlahan.
Ya kau menyisakan luka
padaku. Aksi balas dendam kah ini? batinku berkecamuk. Lalu haruskah aku
membencimu seperti dulu kau membenciku?. Ah, rasanya tidak adil jika dendam
dibalas dengan dendam.
Maka kali ini, hari telah
benar-benar menjadi malam.
Dan aku menyukainya,
Karena aku menemukan jalan
berbicara dengan Tuhan,
Tuhan berbisik, “seharusnya
kau bertahan hingga akhir dengan prinsip mu, dulu”