Minggu, 29 Maret 2015

Impuls Menyisakan Luka

“Kau datang dengan gaya impulsif mu dalam waktu yang sangat singkat terhadapku. Seperti pantulan bola, awalnya datang dengan kecepatan yang besar namun tetiba saja kau memantul pergi secara perlahan. Ya kau menyisakan luka dengan kekuatan impuls mu yang besar… Hebat kau mampu mengaplikasikan teori itu tepat di hati ku”
Aku semakin paham sekarang #BenangMerah

Ya begitulah sepenggal inspirasi yg tetiba saja melintas di otakku ketika mengajarkan materi impuls di SMA kelas 2 kemarin,,, maka kali ini kan ku lengkap kan paragraph itu menjadi sebuah cerita…

Simak yuuukk.. J

Kau aneh, menjadi tukang “teror” sang penggangu, dulu. Melangkah pasti, mengikuti jejakku, menyusuri setiap sudut jalan yang ku tapaki. Aku tak suka caramu, kau terlalu terik barada di dekatku.. Intensitas radiasi mu tak mampu ku terjemahkan..

Saking lelahnya aku menghadapi terikmu, maka ku berikan kesempatan untuk mu mengenalku, Aku merasa aneh awalnya, mengapa memberi kesempatam padamu?? Sang pengganggu !!!

Kau hadir  dengan segala konsep dan cara pandang yang kau celotehkan padaku. Miris ! aku terbiasa dengan itu, menyukai setiap gerak-gerikmu. Mulai terbiasa dengan terikmu. sangat terbiasa bahkan.

Namun pada suatu ketika, entah mengapa aku tetiba ragu. ya ragu pada masa lalu, masa sekarang, dan masa depan yang kau ceritakan padaku dari sudut pandangmu. Sulit memahami semuanya. Aku pergi, aku menjadi senja bagi terikmu di siang hari. Menyisakan luka yang dalam padamu dan kau membenciku, ya sangat membenciku. Aku harap saat itu kau tidak segera mengira waktu telah malam.
Sebulan, setahun, dua tahun, entah. Seharusnya aku melupakanmu, atau bahkan membencimu yang sudah sangat membenciku.
Dan pagi kita pun bertemu di waktu yang sama di bumi. kau datang lagi dengan harapan baru, dengan dirimu yang baru, berdamai dengan keadaan, berdamai dengan dirimu. Namun dalam waktu yang tidak begitu lama, tetiba saja kau memintaku untuk tidak berharap lagi.

Kali ini kau datang dengan gaya impulsif mu dalam waktu yang sangat singkat.
Seperti pantulan bola, awalnya datang dengan kecepatan yang besar
namun tetiba saja kau memantul pergi secara perlahan.

Ya kau menyisakan luka padaku. Aksi balas dendam kah ini? batinku berkecamuk. Lalu haruskah aku membencimu seperti dulu kau membenciku?. Ah, rasanya tidak adil jika dendam dibalas dengan dendam.

Maka kali ini, hari telah benar-benar menjadi malam.
Dan aku menyukainya,
Karena aku menemukan jalan berbicara dengan Tuhan,
Tuhan berbisik, “seharusnya kau bertahan hingga akhir dengan prinsip mu, dulu”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar