Rabu, 15 April 2015

Kembali tentang Dejavu (Dejavu Part-3)

Masih ingat kan dengan tulisan saya di blog ini beberapa bulan yang lalu, yang judulnya "detik detak Dejavu", sebenarnya cerita tentang Dejavu ada beberapa Part. Detik detak Dejavu itu adalah part ke-5, part ke-1 nya berjudul "Dejavu September",  tapi kali ini saya akan menyimpan cerita Dejavu Part-3 nya yang berjudul "Kembali tentang Dejavu" di blog ini...
oya semua tulisan  tentang Dejavu ini bermula dari niatan saya beberapa tahun lalu untuk mengikuti lomba menulis cerpen mengenai Bulan September, nah disitu saya bermula terinspirasi menulis tentang kisah Dejavu, hingga menjadi beberapa Part...


Kembali tentang DEJAVU

Mentari pagi kembali menyapaku dalam radiasi kalornya, menghangatkan jiwa yang telah membeku oleh rutinitas sehari-hari. Setiap detik pagi yang ku lalui menjadi momen berharga yang ku nikmati dan bagi setiap jiwa-jiwa perindu surga. Terlalu banyak hal yang menarik untuk dirangkaikan dalam barisan diary hatiku. Termasuk malam tadi, semua penat hati seharian telah ku rangkaikan dalam tumpukan kertas bersampul hijau dengan sketsa gambar capung hiasannya.  Yah, beginilah para pengagum waktu menjadikan setiap detiknya tak terlewatkan untuk diabadikan dalam rangkaian kata terikat dalam diary.
Suara ibu mengagetkanku yang sejak tadi terpaku di teras rumah merasakan kesejukan pagi.
“Aurora …… masuk nak, sarapan dulu” (teriak ibu dari ruang makan)
“iya ibu, 5 menit lagi. Sayang nih vitamin D nya kalo tak dimanfaatkan”.
Beginilah setiap pagi ku lakukan, menikmati sinar matahari pagi di teras rumah. vitamin D dari matahari, yah begitulah aku menyebutnya.
               
***
Kembali aku mengingat kejadian tadi malam, ya mimpi dejavu yang kini berulang lagi. Beberapa lama aku termenung dan berpikir bulan September kah ini, dan setelah aku berpikir ternyata ini bulan Juli. Aneh memang, hanya untuk menyingkirkan pikiranku tentang dejavu September, aku harus membutuhkan waktu bermenit-menit untuk berdebat dengan kenyataan bahwa hari ini memang bulan Juli, ya bulan Juli bukan September.
Semalam entah mengapa mimpi tentangnya kembali berulang, tak hanya terlihat samar-samar melainkan begitu nyata, bahkan tempat dan hari keberadaanku dalam mimpi pun tersketsa jelas dalam mimpi kali ini. Ya dugaan kalian benar, pria dejavu itu lagi. Sampai sekarang aku masih bingung, mimpi apa ini lagi, karena semalam aku bermimpi berada di rumahnya bersama kedua orang tuanya dan berbicara tentang pernikahan (wahh,,, mimpinya terlalu sakral ya),  aku berdebat dengan pemahaman khayalanku yang berasumsi bahwa ini adalah potongan kehidupan di masa akan datang yang memang nyasar ke dalam mimpiku ataukah ini adalah kabar gembira atas penantian ku mengharapkan jodoh yang kelak akan menemuiku, semua berada dalam barisan pertanyaan konyolku yang terangkai otomatis dalam pikiranku.
Seperti biasanya, pemahaman kenyataan selalu mengatakan bahwa ini hanyalah bunga tidur yang sering dimimpikan oleh sisapa pun. Namun bagiku ini berbeda, pemahaman khayalanku kembali menolaknya. Ini adalah benar tanda Tuhan yang dia kirimkan melalui mimpi bahwa benar jodohmu adalah dia.
Aku tersadar kembali dari beberapa menit lamunanku,yang sibuk mencari-cari pembenaran tentang mimpiku. Aku mematikan mesin motor yang sedang ku panaskan sejak tadi, (hehehehe,,, andai masakan pasti sudah hangus ya). Ku keluarkan motorku dari bagasi segera dan bergegas menuju kampus untuk melanjutkan rutinitas kembali, menyelami kehidupan nyata. 
“Ibu, Aurora berangkat ke kampus dulu “ (menuju ibu untuk memberi salam)
“iya nak, hati-hati di jalan” (kata ibu sambil menyodorkan tangannya untuk ku ciumi)
“baru mau berangkat kak ? bukannya sudah dari tadi berangkat karena dari tadi itu motor dipanaskan” (adikku menyelutuk protes dari balik jendela pintu kamarnya)
“hehehehe… iya maaf,,,, motrnya tadi kelupaan dimatikan mesinnya” nyengir tidak jelas
“makanya kak, lain kali jangan dipelihara itu melamun tiba-tiba” (adikku menyela)
“hah, tidak kok. Tadi aku bukan melamun, tapi cuman Hmmm,,,,,” berpikir mencari pembelaan
“ apa kak? Tidak dapat alasan ? sudah ngaku saja deh kak, tapi jangan bilang pemikiran khayalan kakak habis berdebat dengan pemikiran kenyataan” (adikku sepertinya tahu kebaiasaanku)

***
Setibanya di kampus, aku langsung menemui Afifa untuk menceritakan mimpiku semalam padanya. 
“Afifa,,,, aku mau cerita, boleh kan?”
“cerita apa lagi ? cerita kalau barusan kamu ketemu pangeran berkuda atau tadi pagi bahkan kamu ditolongin sama dia?”
(ya, seperti inilah Afifa selalu menamakan orang yang kita kagumi sebagai Pangeran berkuda)
“Bukan, ini bukan tentang pangeran berkuda, tapi ini tentang pria dejavu”
“hah,dejavu September muncul lagi ? itukan kejadian sekitar
  Setahun yang lalu, apa mimpinya sama lagi ?” Tanya Afifa penasaran
 “Dengan orang yang sama dengan setahun yang lalu iya, tapi dengan cerita yang berbeda Afifa, bahkan lebih membingungkan dari  mimpi yang dulu”
“iya, bagaimana ceritanya? Cepat cerita, jangan makin buat saya semakin penasaran” desak Afifa padaku
“semalam aku bermimpi berada di rumahnya bersama kedua orang tuanya dan berbicara tentang pernikahan”
“hah, nikah ?” teriak Afifa kaget
“Hussss.,,, jangan keras-keras. Nanti di dengar sama yang lain, nanti orang-orang salah sangka lagi dan mengira saya mau nikah beneran “ protesku pada Afifa
“iya, iya maaf, kan beneran kaget saya. Terus ?”
“Dalam mimpi itu, terlihat sangat jelas semuanya seperti kenyataan Afifa, dan anehnya Pria dejavu itu sempat nangis di depan kedua orang tuanya demi mempertahankan keinginannya untuk nikah sama saya” jelasku
“hahahaha…. Lucu mimpi mu Aurora” Afifa tertawa geli.
“ya, maka dari itu saya menceritakannya padamu Afifa, saya bingung dengan mimpi ini, karena pemahaman khayalanku mengatakan bahwa ini adalah potongan kehidupan di masa akan datang yang nyasar ke dalam mimpiku sebagai tanda dari Tuhan bahwa penantianku tidak sia-sia, tapi pemahaman kenyataan selalu mengatakan bahwa ini hanyalah bunga tidur” aku memelas
“hmmmm….. tunggu dulu, setahuku bagi orang-orang yang sedang Falling in Love memang seperti ini, bermimpi menikah dengan orang yang diharapkannya, jadi memang mimpi kamu itu hanya sebatas bunga tidur Aurora” jelas Afifa
“Afifa, tak bisakah kau membenarkan pemahaman khayalanku dan mengatakan bahwa mimpi ini memang benar tanda Tuhan yang diberikan padaku” aku membujuk Afifa
“Aurora, dimana-mana orang mimpi itu hanyalah bunga tidur”
“Afifa gimana sih, bukannya setahun lalu waktu aku menceritakan dejavu September pertama kali, Afifa sangat mendukung dan membenarkan bahwa iya itu mimpi yang istimewa, ayolah Afifa katakan bahwa kali ini mimpiku juga benar” Aurora membujuk
“iya Aurora saya tahu kalau yang lalu itu membenarkan bahwa iya itu mimpi yang istimewa, tapi kan mimpi yang lalu kamu sebatas melihat keperawakan wajahnya denga jelas, tapi ini bermimpi menikah dengannya dan berharap itu benar akan menjadi kenyataan itu peluang kenyataannya kelak hanya 0,01 % malah”
“Aduhhhh… Afifa naikkin lah kemungkinanya jadi 50 % gitu “
“hehehe,,, mana bisa . peluang 50 % itu hanya mungkin untuk orang-orang yang sudah berkomitmen untuk menikah, nah sedangkan aurora bagaimana, jangankan dibilang pria itu sudah berkomitmen, perasaan pria dejavu pada Aurora pun juga tidak jelas, tidak pernah dia nyatakan pada Aurora, Kamu saja yang selalu sibuk membenarkan setiap peristiwa selama ini” Afifa menyadarkanku tentang mimpi kekonyolan ini
“iya, iya, aku ngalah…. Tapi mimpinya tetap akan ku aminkan, biar Afifa nanti kaget kalau liat kelak mimpinya jadi kenyataan :P”
“iya, Afifa juga mengAminkan,,, tapi Afifa cuman mengingatkan supaya Aurora jangan terlalu berharap pada seseorang, apalagi kalau hanya lewat mimpi”
“Okey deh Bosss Afifa” tersenyum menatap sahabatku yang satu ini


Ya, walaupun mimpi ini benar-benar tidak mungkin, dan hati ini berusaha membenarkan kenyataan bahwa itu hanya bunga tidur, tetapi jauh di lubuk hati yang paling dalam, tetap selalu ada harapan padanya Pria Dejavu September.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar