Tapi entah kemana tujuan pulang itu.
Segala tempat yang pernah membuatku nyaman telah ku datangi. Perpustakaan, kelas fisika, di tengah keluarga komunitas, bahkan kucari hingga ke pusara ibu.
Namun belum juga tertuntaskan dahaga rindu itu.
Hari ini ku coba menginjakkan kaki ke tanah kelahiran, Bantaeng, Butta toa, begitu orang-orang menyebutnya. Kabupaten yang dikenal dengan kebersihan kotanya, wisata pantai seruni, pantai marina, permandian ermes, air terjun bissappu, dan pegunungan loka dengan kekayaan sayur-mayurnya.
Pagi ini, ku langkahkan kakiku dengan mantap kesana. Berharap menemukan tujuan 'pulang' yang dirindukan. Mumpung anak sekolah sedang liburan, aku bebas dari siswa privatku dan rutinitas pagi mengantar-jemput adikku sekolah.
Setelah menempuh perjalanan 3 jam, mobil yang ku tumpangi telah memasuki gerbang perbatasan
"Selamat datang di Kabupaten Bantaeng" tertulis dengan rapi di gapura.
Di sisi kanan-kiri jalan, berderet rapi pohon-pohon kelapa, dilengkapi dengan penjual air kelapa segar di bawahnya. Deru ombak dari kejauhan jua seolah menyambut kedatanganku. Tak jauh dari perbatasan, mobil berbelok memasuki jalan menuju kampungku, Lemoa kel. Bontomanai, kec. Bissappu .
Barisan pohon kapuk, ubi kayu yang berbaris rapi, kebun-kebun jagung nan hijau, diselingi beberapa rumah warga. Aku mengenalnya. Kampung ini tak banyak berubah. Berbeda dengan kota makassar yang bahkan hanya ditinggal setahun saja sudah banyak perubahan pada jalan-jalan yang biasa ku lewati.
Kampung Lemoa, nama yang unik. Dalam bahasa bantaeng lemoa artinya jeruk. Kampung ini dulu kaya akan berbagai jenis jeruk. Aku ingat, sewaktu masih kanak-kanak aku selalu ikut ke kebun bersama sepupuku. Menyirami lombok, timun, dan labu di kebun. Sesekali di tengah peristirahatan kami, kami berburu jeruk. Kata nenek jeruk yang jatuh saja yang boleh diambil karena buah yang bagusnya sudah dijual meski masih ada di pohonnya. Tapi maklum kami masih kanak-kanak, otak kreatif kami jalan. Kami menggoyang-goyangkan batang pohon jeruk hingga ada beberapa buah yang terjatuh. Kami memungutnya dan memakannya tanpa rasa bersalah. Hehehe.
Setibanya di rumah nenekku, Ibu dari bapakku. Nenek segera menyambut. Ada rindu yang ia lepaskan dengan melihat kedatanganku. Aku tak berkabar memang jika akan datang. Banyak hal yang ia sampaikan padaku, tentang segala kekhawatiran dahulu dan kini telah terjadi. Aku menjawabnya dengan senyum saja . Tak banyak yang bisa ku sampaikan. Aku juga sedang menata hati, Nek. Batinku mendukung. Ada sedikit perasaan lega yang tertampak dari wajahnya melihatku baik-baik saja.
Nenek tertawa melihat adikku yang tumbuh besar dan gemuk, begitupun denganku.
"Aku memberinya makan yang banyak memang, sehari 4 atau 5 kali. Hahahahaha" jelasku mencairkan suasana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar