Kamis, 16 Juni 2016

Akhir Cerita Dejavu (Dejavu Part-6)


Lelaki Dejavu kembali meyapaku di bulan Juni melalui mimpi. Di mimpi sebelumnya dua tahun yang lalu, ia mengajakku bertemu orang tuanya sembari meminta restu untuk menikahiku (Lihat cerita part-3 Kembali tentang Dejavu). Kembali aku berdebat dengan pemahaman khayalku yang dulu bahwa aku menginginkan setiap mimpi tentang Lelaki Dejavu itu adalah potongan masa depan yang nyasar ke dalai mimpiku. Kali ini aku menolaknya. Mimpi kali ini hanya bunga tidur.

Resepsi pernikahan akan segera dilaksanakan, aku telah berdandan sebagaimana pegantin yang menanti hari H di depan cermin. Melalui pantulan cermin, di belakangku tampak seorang wanita anggun sedang sibuk memperbaiki gaunku. Senyumnya begitu meneduhkan, ia selalu berusaha menenangkanku dari rasa degdegan yang ku alami, dan aku bisa begitu patuh padanya. Dia begitu akrab denganku, karena dia yang mengurusi segala hal tentang persiapan pernikahanku. Tapi wajahnya tak ku kenali dalam kehidupan nyataku. Aku tak pernah bertemu dengannya.

Setelah semua persiapan selesai, aku keluar dari ruang dandan menuju ke ruang akad pernikahan. Namun, mempelai lelaki tak kunjung datang. Hatiku bergmuruh, khawatir. Kembali wanita anggun tadi menggenggam tanganku, menenangkan. Aku tersenyum padanya dan memulai mengambil napas panjang. Segera ku ambil ponselku untuk segera menghubunginya. Lama tak diangkat. Aku hampir saja menyerah. Semua tamu pun ikut khawatir. Kali ini, aku yang memegang erat tangan wanita anggun itu, untukku mencari perlindungan diri.  

Setelah beberapa menit akhirnya mempelai lelaki menelpon wanita anggun tadi mengatakan bahwa ia sedang di jalan. Ada urusan mendadak yang sedang dia urus terlebih dahulu sebelum datang ke resepsi pernikahan. Kemudian melalui wanita itu, aku diberitahu. Ku rasa aku paham sekarang, wanita anggun itu adalah teman akrab mempelai lelaki. Melaluinya, ia menceritakan semuanya.

Setelah beberapa menit, akhirnya mempelai lelaki tiba. Ada sedikit ragu ku temui melalui tatapannya padaku. Ku temui banyak kekhawatiran disana. Namun aku tak sempat bertanya. Wanita anggun itu menghampirinya dengan begitu bersemangat. Memberi tahu mempelai lelaki bahwa mempelai perempuan telah siap. Tatapannya pada wanita itu begitu meneduhkan. Saat itu ku rasakan perassan tersakiti wanita itu. Aku paham sekarang.

Sebelum akad dimulai, ku minta pada wanita anggun itu untuk berbicara bertiga dengannya dan dengan mempelai lelaki. Dengan hati yang ku tabahkan, aku mencurahkan hal-hal yang baru saja ku temui barusan. Tentang perasaan mempelai lelaki sebenarnya, tentang penerimaan wanita anggun itu atas keputusan dilaksanakannya pernikahanku ini dengan lelaki itu. Lelaki yang sangat ia cintai, lelaki yang memilihku untuk dia nikahi. Namun pada akhirnya, mempelai lelaki paham pada siapa sebenarnya cintanya dia harus titipkan. Pada siapa sebenarnya tatapannya bisa begitu teduh saat menatap salah satu dari kami.  Pada siapa seharusnya dia nikahi hari ini. Dan itu bukanlah aku.

Siang itu, pernikhan tetap berlangsung. Mempelai lelaki telah duduk di depan bapak penghulu. Di sampingnya, telah duduk juga seorang wanita. Ya, wanita anggun tadi telah menjadi mempelai wanita. Wanita yang dengan semangat penerimaanya mengurus segala resepsi yang seharusnya untuk aku dan kini telah menjadi resepsi pernikahannya. Dengan air mata berderai, wanita anggun itu menatapku yang berdiri di pojok ruangan.  Entahah, diantara kami bertiga perasaan siapa yang lebih tersakiti.

“Saat hubungan kekasih berakhir, apakah hanya satu pihak yang tersakiti?.
Seseorang yang tak bisa memberi tahu siapapun, telah meyakiti dirinya sendiri.
Seseorang yang bahkan tidak tahu apakah dia juga terluka, akhirnya akan menyadarinya.
Bahkan seseorang yang mengabaikan sakit itu, bahkan lebih terluka”

Untung saja ini hanya mimpi. Mimpi pada lelaki Dejavu yang selama ini selalu hadir di mimpi-mimpiku di setiap mendekati Bulan September. Mimpi Dejavu yang kurasa saling berhubungan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar